Minggu, 13 Juni 2010

Makalah peran teknologi informasi di Era Global

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ditemukannya sejuhlam identitas ganda yang dimiliki sejumlah teroris dan anggota masyarakat yang sempat diperiksa kepolisian, pemalsuan paspor oleh para penjahat kerah putih, serta kasus surat “peringatan” dari Direktorat Pajak belum lama ini yang ternyata banyak salah sasaran memiliki benang merah yang sama. Hal-hal tersebut menghangatkan kembali diskursus tentang buruknya tata kependudukan di Indonesia.
Berbagai anomali administrasi itu mengindikasikan tidak adanya kesungguhan dalam merapikan data kependudukan yang sesungguhnya sangat penting. Data yang ada ternyata tidak akurat, tidak relevan, dan tidak diintegrasikan oleh instansi-instansi terkait. Akibatnya, pada level pemerintahan, nyaris tidak ada manfaatsama sekali yang bisa diperoleh dari data kependudukan tersebut. Pada saat yang sama masyarakat sudah kadung memandang sinis bahwa surat-surat kependudukan bahkan yang paling mendasar sekalipun (Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, dan Surat Izin Mengemudi) dianggap sebagai sesuatu yang kegunanaannya tidak lebih dari “sekedar jaga-jaga saat ada insfeksi”.
Problem-problem diatas, dapat teratasi lewat pembangunan tata pemerintahan, termasuk kependudukan, berbasis elektronik (electronic based government, e-government). Secara pragmatis, e-government dapat meningkatkan efisiensi sekaligus menekan praktek penyimpangan administrasi negara. Lebih mendasar lagi,dari kaca mata politik demokrasi, melalui tiga kerangka kerjanya, yang terdiri atas e-government consultation, dan e-decision-making, komitmen dan keberhasilan pemerintah suatu negara, dalam menyelenggarakan e-government dapat dijadikan indikator kesediaan pemerintah tersebut dalam berbagi informas dan pengetahuan dengan warganya.
Secara lebih mendalam departemen instansi pemerintah dalam mempersiapkan visi dan misi kebijaka teknologi informasi, lebih melihat pada faktor equity (menjadikan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi penggunaan umum). Dibandingkan dengan keempat faktoryang lainnya yaitu demokratisasi, transparansi, akuntabilitas dan globalisasi. Untuk mencapai target penerapan teknologi informasi yang efektif perlu diadakan komputerisasi pemerintahan atau e-government dan sumber daya manusia dan pendidikan. Alasannya karena penerapan teknologi informasi akan menjadi optimal apabila Am/pengetahuan para pemakai atau pengguna jasa teknologi benar-benar memahami teknologi sehingga sasaran penerapan teknologi informasi tercapai.
BAB II

Pembahasan Masalah
Di era globalisasi, teknologi informasi berkembang pesat memasuki segala aspek kehidupan masyarakat. Mengingat, perkembangan Iptek bidang informasi merupakan kebutuhan manusia untuk berpikir lebih kritis menyikapi berbagai persoalan di era global.
Demikian dikatakan, Dr Ir. Syaad Padmanthara M.PD, dalam seminar bertema,“Mendesain Pembelajaran Menyenangkan Berbasis Teknologi Informasi” diselenggarakan Surabaya Post bekerjasama dengan e- Education Research And Training Centre Edu Media Nusantara di aula SMAN 2 Kota Mojokerto, Minggu (31/5) siang. Seminar ini diikuti sekitar 300 guru di Mojokerto.
Syaad mengatakan, berkembangnya teknologi membuat pola berpikir manusia semakin aktif. Termasuk para pendidik (guru) dalam menyukseskan proses belajar mengajar kepada siswanya. Mereka perlu aktif menyerap perkembangan Iptek agar materi yang diberikan mudah diterima anak didik. Bahkan siswa diharapkan bisa mengembangkan dan menganalisa materi yang diberikan gurunya.
“Agar tujuan itu tercapai, seharusnya guru terus menerus belajar, mencari pola yang cocok untuk menyampaikan materi pendidikan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Selain itu harus paham dan terampil mengoperasional dan memanfaatkan perkembangan sarana teknologi,” katanya.
Dengan cara ini, lanjut dia, peran guru dalam mencerdaskan generasi muda bisa berjalan baik. Sehingga siswa semakin pandai dan terampil. Selain itu pemberdayaan pelajaran Iptek bisa membuat siswa tidak bosan. Sebaliknya semakin aktif mengembangkan materi pendidikan tersebut.
“Dengan memanfaatkan teknologi informasi maka guru atau siswa banyak mendapat ilmu pengetahuan yang diinginkan,” ujarnya. “Selain itu bisa memperbanyak media pembelajaran, sehingga tak membuat anak didik cepat jenuh saat menerima materi pendidikan,” tambahnya.
Sementara itu, Pitoyo Widhi Atmoko, S. SI menegaskan, guru yang profesional tidak boleh gagap teknologi. Karena dengan menguasai teknologi, pendidik bisa mudah menjalankan tugas dalam proses belajar mengajar.
Dicontohkan, tentang booming Laptop, guru harus mengetahui, dan terampil mengopersionalkanya. “Kalau gurunya tak paham Laptop, lalu bagaimana mengajari teknologi baru itu ke anak didiknya? Ini kan persoalan,” katanya.

Untuk itu, para guru wajib belajar dan memahami teknologi sehingga proses belajar semakin berkualitas, dan fleksibel.

Di era globalisasi, teknologi informasi berperan sangat penting. Dengan menguasai teknologi dan informasi, kita memiliki modal yang cukup untuk menjadi pemenang dalam persaingan global. Di era globalisasi, tidak menguasai teknologi informasi identik dengan buta huruf.

Teknologi Informasi (TI) dan multimedia telah memungkinkan diwujudkannya pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, yang melibatkan siswa secara aktif. Kemampuan TI dan multimedia dalam menyampaikan pesan dinilai sangat besar. Dalam bidang pendidikan, TI dan multimedia telah mengubah paradigma penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik. Computer Assisted Instruction (CAI) bukan saja dapat membantu guru dalam mengajar, melainkan sudah dapat bersifat stand alone dalam memfasilitasi proses belajar.

Penekanan penting akan memaksimumkan sumber daya manusia di semua sektor, berarti kita akan membutuhkan sistem komunikasi yang sangat efektif. Apabila kita merespons pada kebutuhan fokus awal seharusnya lebih berdasarkan penerimaan informasi daripada penyebaran informasi. Hal ini hampir memutarbalikan peran jika dibandingkan dengan peran komunikasi administrasi pendidikan yang dulu.

Perbedaan utama antara negara maju dan negara berkembang adalah kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan yang pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di negara-negara maju karma didukung oleh sistem informasi yang mapan. Sebaliknya, sistem informasi yang lemah di negara-negara berkembang mengakibatkan keterbelakangan dalam penguasaan.ilmu pengetahuan.dani teknologi. Jadi jelaslah bahwa maju atau tidaknya suatu negara sangat di tentukan oleh penguasaan teirhadap informasi, karena informasi merupakan modal utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan.teknologi yang menjadi senjata pokok untuk membangun negara. Sehingga apabila satu negara ingin maju dan tetap eksis dalam persaingan global, maka negara tersebut harus menguasai informasi. Di era globalisasi dan informasi ini penguasaan terhadap informasi tidak cukup harnya sekedar menguasai, diperlukan kecepatan dan ketepatan. Sebab hampir tidak ada guna menguasai informasi yang telah usang, padahal perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat mengakibatkan usia informasi menjadi sangat pendek, dengan kata lain, informasi lama akan diabaikan dengan adanya informasi yang lebih baru.

Masukan (input) dan kontribusi langsung dari para pemegang peran (stakeholders) yang lain; siswa, orang tua dan anggota masyarakat juga memberikan informasi yang sangat membantu dan meningkatkan dukungan masyarakat bagi pengembangan sekolah. Jika obyektifitas utamanya adalah memaksimalkan pendidikan sumber daya manusia maka hal itu telah meningkatkan hubungan komunikasi kita dengan seluruh sektor lingkungan pendidikan dan para pemegang peran (stakeholders). Lagipula kunci utama untuk meningkatkan komunikasi harus terfokus pada saling berbagi komunikasi terbuka dan meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan dukungkan dari segala bidang.

Kehidupan kita sekarang perlahan lahan mulai berubah dari dulunya era industri berubah menjadi era informasi di balik pengaruh majunya era globalisasi dan informatikamenjadikan computer, internet dan pesatnya perkembangan teknologi informasi sebagai bagian utama yang harus ada atau tidak boleh kekurangan dikehidupan kita. Aktifitas network globalisasi ekonomi yang disebabkan oleh kemajuan dari teknologi informasi bukan hanya mengubah pola produktivitas ekonomi tetapi juga meningkatkan tingkat produktivitas;dan pada saat bersamaan juga menyebabkan perubahan structural dalam kehidupan politik, kebudayaan, kehidupan sosial masyarakat dan juga konsep waktu dalam dalam berbagai lapisan masyarakat.

Tanggung jawab sekolah dalam memasuki era globalisasi baru ini yaitu harus menyiapkan siswa untuk menghadapi semua tantangan yang berubah sangat cepat dalam masyarakat kita. Kemampuan untuk berbicara bahasa asing dan kemahiran komputer adalah dua kriteria yang biasa diminta masyarakat untuk memasuki era globalisasi baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Maka dengan adanya komputer yang telah merambah di segala bidang kehidupan manusia hal itu membutuhkan tanggung jawab sangat tinggi bagi sistem pendidikan kita untuk mengembangkan kemampuan berbahasa siswa dan kemahiran komputer.


Dewasa ini kita memasuki era Globalisasi yang ditunjang oleh perkembangan yang pesat dari teknologi Informasi. Adanya gabungan dari teknologi telekomunikasi dengan komputer menghasilkan suatu media yang mampu menembus batas fisik antar negara melalui dunia maya yang disebut dengan internet. Internet atau internetworking yang tidak hanya mampu mengolah pesan atau data saja, tetapi memungkinkan kita bisa bercakap-cakap dan bertatap muka dengan seseorang (User Interface) yang jaraknya jauh, sehingga teknologi ini telah menghapus jarak ribuan kilometer antar bangsa hanya dalam hitungan detik saja.
Adanya teknologi Informasi semacam internet sekarang ini juga mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja. Oleh karena itu maka perkembangan Teknologi Informasi harus disikapi dengan sikap terbuka dan diterima dengan baik oleh kita. Walaupun harus diakui bahwa dengan perkembangan Teknologi Informasi yang begitu pesat sekarang ini selain membawa dampak positif juga berdampak negatif bagi yang menyalahgunakannya.
Tidak mengikuti perkembangan Teknologi Informasi berarti tidak dapat bersaing. Slogan seperti ini patut ditanamkan dalam diri kita. Coba bayangkan di Era Globalisasi ini, dimana segala hal berbau kecanggihan Teknologi seperti alat-alat sekolah, perkantoran, dan rumah tangga tetapi kita tidak paham dari kegunaan alat tersebut, apalagi mengoperasikannya. Jangan sampai di zaman yang serba modern dan canggih ini kita dianggap Gagap Teknologi ( Gaptek ).
Untuk itu mari sepatutnya kita terus belajar dan belajar untuk mengikuti perkembangan Teknologi Informasi yang bergerak sangat cepat. Karena untuk saat ini sampai ke depannya, tanpa memiliki dasar IPTEK, khususnya kemampuan dalam Teknologi Informasi maka orang tidak memiliki nilai jual dalam kompetensi di lingkungan kerja dan lemah dalam persaingan di dunia usaha.
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, teknologi Informasi sangat dibutuhkan dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Sebagai contoh di dunia Perbankan kita dapat mentransfer uang untuk seseorang dalam hitungan detik saja atau kita dapat mengambil uang dari berbagai tempat di dunia ini tanpa harus datang ke Bank dimana kita menabung dengan adanya sistem online.
Di bidang persuratan dulu kita mengenal cara berkirim surat via pos. Ini memerlukan waktu sedikitnya satu hari untuk berkirim surat ke kota yang sama. Bayangkan jika harus berkirim surat ke negara lain. Berapa waktu yang dibutuhkan? Maka untuk saat ini kita mengenal teknologi kirim surat dengan email yang memungkinkan kita mengirim surat dengan. Email.
Di Bidang Pendidikan untuk mengatasi mahalnya harga buku dengan mulai mensosialisasikan adanya elektronic books atau yang kita kenal dengan e-book.
Di bidang hiburan saat ini tengah marak di stasiun televisi nasional menggunakan poling sms untuk menentukan bintang favorit kita atau band-band favorit kita meluncurkan milis untuk menjalin komunikasi dengan para penggemarnya.
Dari contoh-contoh di atas maka bisa untuk gambaran diri kita bahwa betapa pentingnya arti perkembangan Teknologi Informasi kita ikuti untuk kesuksesan kita di era Globalisasi ini. Untuk itu mari kita motivasi diri kita dengan menyikapi & mengikuti secara positif perkembangan Teknologi Informasi yang berkembang dengan begitu pesat, sehingga dalam hidup kita selalu tertanam sikap ingin maju dengan diiringi realisasi tindakan yang nyata. Dengan berbekal dari sikap ini bukan tidak mungkin Ilmuwan sekelas Newton yang waktu lahir memiliki tubuh yang mungil dan lemah, bodoh dalam setiap pelajaran tetapi bisa menciptakan rumus Energi, atau JP. Joule yang pemalas & tidak suka matematika tetapi mampu menciptakan Hukum Kekekalan Energi, atau Galileo galilei dengan teleskopnya ataupun ilmuwan-ilmuwan dunia lainnya mampu kita saingi dengan pemikiran kita yang bersumber dari partisipasi aktif kita mengikuti perkembangan Teknologi Informasi ini secara positif.

Ciri – Ciri Era Globalisasi
Perkawinan antara teknologi transmisi mutakhir dengan komputer melahirkan sebuah era baru, yaitu era informasi. Era dimana akan lahir global village (desa global). Sehingga tidak berlebihan bila kata globalisasi dikatakan sebagai word of the year. Globalisasi berasal dari kata global yang artinya secara umum atau keseluruhan. Era global adalah proses masuknya sebuah negara ke ruang lingkup dunia, sehingga sekat-sekat atau tapal batas antara negara akan semakin kabur. Globalisasi ini ditandai dengan semakin majunya teknologi komunikasi, inilah yang disebut dengan era informasi.
Collin Cherry mengungkapkan perkembangan teknologi komunikasi yang cepat dewasa ini dengan istilah explosion. Hal ini disebabkan karena, Pertama, secara potensial teknologi komunikasi dapat menjangkau seluruh permukaan bumi hanya dalam tempo sekejap. Kedua, jumlah pesan dan arus lalu lintas informasi telah berlipat ganda secara geometrik. Untuk dua dekade belakangan ini saja, jumlah kontak komunikasi global yang ada diperkirakan sama banyak dengan komunikasi serupa selama beberapa abad lalu. Ketiga, kompleksitas teknologinya sendiri semakin canggih (sophisticated), baik piranti lunak maupun piranti kerasnya.1
Era globalisasi memiliki potensi untuk ikut mengubah hampir seluruh sistem kehidupan masyarakat, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Dialog antar budaya progresif Barat dan budaya ekspresif Timur berlangsung dalam skala besar-besaran tanpa disadari. Fenomena baru dalam era globalisasi ini hanya dalam hal tempo edar informasi yang kian pendek dan cakupannya yang kian luas. Berikut ini akan disarikan beberapa ciri-ciri dari era globalisasi informasi.
Ciri pertama dari masyarakat global adalah semakin tingginya peradaban yang ditopang oleh keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat modern sebagaimana dihasilkan oleh industrialisasi dan teknologisasi merupakan masyarakat dengan struktur kehidupan yang dinamis, kreatif untuk melahirkan gagasan-gagasan demi kepentingan manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Daya berpikir dan daya cipta semakin berkembang sedemikian rupa sehingga mampu memformulasikan makna kehidupan dalam konteks yang nyata, seterusnya akan berakibat pada bergesernya nilai-nilai budaya yang setiap saat dapat berlangsung walaupun lamban namun pasti.2
Tidak satupun peradaban yang dapat disebut maju tanpa diikuti oleh pesatnya pertumbuhan ilmu dan teknologi. Munculnya industrialisasi adalah dampak dari kemajuan pola pikir dan daya kreasi manusia sehingga mampu memformulasikan makna kehidupan dalam bentuk sarana yang tersedia di alam raya. Industrialisasi dengan demikian menyangkut proses perubahan sosial, yaitu perubahan susunan kemasyarakatan dari suatu sistem sosial, perubahan dari keadaan negara kurang maju (less developed country) menuju kepada negara maju (more developed country). Karena itu, penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan prasyarat untuk memenuhi kebutuhan hidup modern yang sudah memasuki seluruh wilayah kehidupan manusia dan masyarakat bangsa.
Ciri kedua dari globalisasi informasi adalah penyerbuan komunikasi dan informasi yang menembus batas-batas budaya. Seluruh kemajuan yang diperoleh oleh manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan komunikasi. sehingga sebagian orang menyebut komunikasi sebagai “perekat” hidup bersama. Hal ini dipahami karena istilah komunikasi itu sendiri mengandung makna bersama-sama (common, commoness: Inggris) berasal dari bahasa Latin communicatio yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian (dalam sesuatu), pertukaran, di mana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya; ikut mengambil bagian.3
Di samping sebagai lem perekat hidup bersama, komunikasi juga sering dipandang seolah-olah memiliki kekuatan gaib. Menurut B. Aubrey Fisher, tidak ada persoalan sosial yang tidak melibatkan komunikasi. Oleh sebab itu setiap saat manusia selalu dihadapkan dengan masalah sosial, yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang lebih banyak atau lebih baik.4 Setidak-tidaknya semua kesalahfahaman yang kemudian menimbulkan konflik antara manusia dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya dinyatakan sebagai akibat kesalahan komunikasi. Memang komunikasi sering dimunculkan sebagai kambing hitam, jika terjadi keruwetan dan ketidakharmonisan dalam hubungan antar manusia dan antara bangsa.
Komunikasi memang menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua aspek kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang selalu melukiskan komunikasi sebagai ubiquitous atau serba hadir. Artinya komunikasi berada di manapun dan kapanpun. Komunikasi merupakan sesuatu yang memang serba ada. Sifat komunikasi yang serba hadir ini, selain memberikan keuntungan juga sekaligus menimbulkan banyak kesulitan karena fenomena komunikasi itu menjadi luas, ganda dan multi makna.
Ciri ketiga adalah tingginya laju transformasi sosial. Kemajuan teknologi komunikasi yang dialami umat manusia dewasa ini memberikan kemudahan dan kecepatan dalam berhubungan antara satu dengan lainnya. Jarak tidak lagi menjadi kendala untuk dapat berkomunikasi. Informasi dan peristiwa yang terjadi di belahan dunia secara cepat dapat diakses oleh manusia di benua lain. Di samping jarak yang semakin dekat, masyarakat juga semakin banyak mendapatkan pilihan sarana untuk menyerap informasi. Dengan semakin cepatnya arus informasi dan beragamnya media komunikasi mengantarkan umat manusia kepada transformasi.
Dengan munculnya masyarakat informasi, muncul pula ekonomi informasi. Industri pabrik berubah menjadi industri informasi. John Naisbitt mengidentifikasi beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai perubahan masyarakat industri ke masyarakat informasi sekaligus yang mencirikan masyarakat informasi adalah: Pertama, masyarakat informasi merupakan suatu realitas ekonomi. Kedua, inovasi di bidang komunikasi dan teknologi komputer akan menambah langkah perubahan dalam penyebaran informasi dan percepatan arus informasi. Ketiga, teknologi informasi yang baru pertama kali diterapkan dalam tugas industri yang lama, kemudian secara perlahan akan melahirkan aktivitas dalam proses produksi yang baru. Keempat, di dalam masyarakat informasi, individu yang menginginkan kemampuan menulis dan kemampuan dasar membaca lebih bagus daripada masa yang lalu, bisa mendapatkan pada sistem pendidikan yang tidak begitu terinci. Kelima, keberhasilan atau kegagalan teknologi komunikasi ditentukan oleh prinsip teknologi tinggi dan sentuhan yang tinggi pula.5
Alfin Toffler menggambarkan “karena tumbuhnya karakter global dari teknologi, masalah-masalah lingkungan, keuangan, telekomunikasi dan media, maka umpan balik kultural yang baru mulai beroperasi, sehingga kebijakan sebuah negara menjadi perhatian bagi negara lain”.6 Selanjutnya ia menjelaskan, implikasi dari kebijakan ini ialah tidak ada negara yang dengan sendirinya memiliki hak untuk menyimpan fakta dan bahwa etika informasi yang tidak terucapkan mengatasi kepentingan nasional.
Pesatnya pertumbuhan informasi saat ini bukan lagi hanya menyangkut jumlah, tetapi juga jenis, kualitas, dan kompleksitas informasi yang berkembang di segala bidang, termasuk yang tidak atau belum tentu berguna, di samping banyaknya limbah informasi. Begitu rupa perkembangannya, sehingga mulai menimbulkan gejala (penyakit) kecemasan informasi. Munculnya penyakit kecemasan informasi pada sebagian masyarakat belakangan ini, dikarenakan laju pertumbuhan dan akumulasi pengetahuan serta informasi mengalami peningkatan yang sangat cepat secara eksponensial. Gejala penyakit tersebut terlihat karena orang mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, walaupun belum tentu mampu mengelola dengan baik agar informasi yang tepat dalam bentuk yang sesuai. Arus informasi yang tersedia bagi berbagai lapisan masyarakat sangat banyak dan sukar dikendalikan atau diawasi. Dari satu segi, arus yang besar ini berguna untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) sekaligus memperkuat ketahanan nasional. Tetapi pada segi yang lain, arus informasi yang membanjir akan menenggelamkan SDM yang jumlahnya relatif masih sedikit. Arus informasi sukar untuk dibendung, ia hanya dapat dikendalikan, sehingga dengan pengendalian arus informasi tersebut peradaban umat Islam akan dapat terus eksis.
Ciri keempat adalah terjadinya perubahan gaya hidup (lifestyle). Teknologi komunikasi yang semakin canggih memberi kemudahan dan kebebasan kepada masyarakat untuk mengakses informasi apa saja yang ada. Implikasinya terjadilah perubahan sistem nilai karena perbenturan sistem nilai yang diadopsi oleh suatu masyarakat belum tentu atau tidak sesuai dengan latar belakang budaya, agama pada masyarakat sebelumnya. Bahkan ada pameo yang mengatakan kebingungan manusia modern bukan disebabkan oleh kurangnya informasi yang diterima, namun karena terlalu banyaknya informasi yang sampai melalui berbagai media komunikasi (flood of information).
Terpaan media cukup penetratif dan persuasif, daya pengaruhnya sudah mampu menembus filterisasi kebudayaan tradisional yang sudah semakin jauh ditinggalkan oleh para generasi muda di sebuah negara. Mereka pada umumnya sudah tercerabut dari akar-akar kebudayaan nasional, sementara kita belum lagi menemukan bentuk idel kebudayaan baru yang nota bene diimpor dari luar. Pada saat itu peranan informasi sangat dominan dalam mempengaruhi sekaligus mengubah watak dan kepribadian seseorang. Di sinilah fungsi krusial informasi benar-benar berlaku sebagai sebuah kekuasaan (information is power).
Informasi memainkan peranan yang vital dalam sebuah masyarakat, dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan sebuah komunitas. Sebaliknya, jika informasi dibatasi dan dikekang, ia bisa menjadi alat depostisme dan ketidakadilan sosial. Menurut Ziauddin Sardar informasi merupakan kekuasaan, tanpa informasi seseorang tidak memiliki kekuasaan. Jika informasi dibolehkan mengalir secara bebas dalam masyarakat, maka ia akan memberikan jalan ke arah kekuasaan kepada masyarakat yang terbelakang, serta akan mencegah konsentrasi kekuasaan pada segelintir orang.7
Ciri kelima dari era globalisasi dan informasi adalah semakin tajamnya gap antara negara industri dengan negara berkembang, dengan kata lain terjadinya dominasi informasi oleh negara-negara maju terhadap negara-negara terbelakang. Alat dominasi yang paling efektif adalah pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu tidak lain berbasis informasi. Menurut F. Rachmadi, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi pada satu sisi telah berhasil mengatasi dimensi ruang dan waktu, namun di sisi lain ternyata juga mempertajam ketidakseimbangan informasi antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Secara kuantitatif arus informasi dunia dikuasai oleh negara-negara maju. Arus informasi dunia memperlihatkan ketidakseimbangan yang serius, bahkan sebagian besar negara-negara dunia ketiga tidak memiliki alat-alat dan struktur yang memadai bagi pemancaran dan penerimaan informasi.8 Ketidakseimbangan ini mengakibatkan kepincangan dan ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negara-negara maju. Negara-negara maju memiliki pengaruh dan dominasi yang kuat terhadap negara yang belum memiliki teknologi maju.
Umat Islam yang pada umumnya masih dikategori sebagai negara sedang berkembang, akan terus menjadi objek ketidakadilan informasi dunia, jika kita sendiri tidak pernah memberikan perhatian yang cukup dan kerja yang keras di bidang informasi. Kita harus dapat memahami manfaat dan mudarat informasi serta secara sadar memanfaatkannya untuk mencapai tujuan-tujuan kita, bukan tujuan-tujuan Barat. Penyaluran informasi yang dikembangkan oleh Barat pada era ini bertendensi sinisme dan antipati terhadap Islam sehingga seringkali tidak berdasarkan objektivitas, akurasi dan keseimbangan sumber.9 Arus deras penyebaran berita dengan kedangkalan interpretasi Dunia Barat terhadap masalah hak azasi dalam Islam, seringkali merupakan akibat dari kurangnya informasi dan karena pengaruh kekuasaan yang emosional. Mereka menggambarkan situasi ke dalam kaca yang pecah. Ahmad Naufal mengatakan bahwa strategi yang dilakukan Barat adalah memecah belah dan menimbulkan kecemasan (keresahan) di hati umat Islam, dengan taktik memanfaatkan perbedaan pendapat di kalangan umat. Rekayasa informasi merupakan bagian integral dari rekayasa sosial.
Hubungan Informasi d era global
Mendengar kata “globalisasi”, yang terbayang di pikiran penulis adalah suatu masa yang mengarah pada sifat global atau mendunianya berbagai macam produk dan layanan. Betapa tidak. Berita-berita perang irak yang terjadi ribuan atau bahkan jutaan mil jauhnya dari Indonesia dapat diketahui dalam hitungan detik. Bahkan bisa dilihat dengan mata kepala secara langsung lewat siaran-siaran live yang dilakukan berbagai stasiun televisi seperti TV Al-Jazeera Turki maupun CNN-nya Amerika Serikat.
Dari sisi teknologi, dapat kita lihat bahwa perkembangan terjadi sedemikian pesatnya dan dinikmati oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Lihat saja jumlah perlengkapan elektronik yang dibawa oleh seorang pengusaha muda sekarang ini. Mulai dari komputer lap top, agenda elektronik palm top, handphone bahkan sampai jam tanganpun memiliki kemampuan yang canggih. Jam tangan tersebut juga berfungsi sebagai buku telepon elektronik yang dapat mengakses jaringan hanya dengan menekan beberapa tombol kecil. Terlepas dari dampak positif dan negatif yang dimilikinya, peralatan elektronik yang semakin canggih dan kecil ukurannya akan terus melancarkan serbuan ke dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Di bidang ekonomi, globalisasi berarti mendekatkan produk kepada konsumen. California Fried Chicken merupakan makanan ayam goreng produksi Amerika, tetapi untuk mendapatkannya pelanggan tidak perlu datang ke Amerika karena produk ini telah membuka cabang hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia. Atau lihat saja ballpoint yang banyak dipakai oleh para pelajar di Indonesia. Merk Snowman, adalah produk lisensi Jepang. Tetapi untuk mendapatkannya cukup dengan membeli di koperasi sekolah masing-masing. Bagi perusahaan, globalisasi merupakan suatu tantangan bagaimana agar suatu perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain dalam memperkenalkan produk barang maupun jasa yang dimilikinya.Globalisasi memberikan pengaruh pada dibukanya cabang-cabang dan outlet-outlet produk berbagai barang dan jasa di berbagai tempat yang berbeda. Lihat saja yang terjadi di Indonesia.
Terdapatnya Gudeg Yogya di ibukota Jakarta, dibukanya kantor pemasaran Susu Kuda Liar Sumbawa di Solo, atau lihat saja Rumah Makan Padang dari Sumatera yang dapat kita nikmati hampir di seluruh kota di Indonesia. Itu semua merupakan contoh kecil pengaruh globalisasi yang membuat perusahaan berlomba-lomba untuk mendekatkan produk dan layanan kepada konsumen di berbagai belahan dunia.

Terbentuknya sistem informasi yang akurat untuk membantu setiap pengambilan keputusan. Di tengah lajunya kemajuan industri yang berbasis teknologi telekomunikasi dan informatika, informasi yang cepat dan akurat semakin menjadi kebutuhan pokok para decission maker. Informasi merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh setiap manajemen untuk melakukan pengambilan keputusan. Sedangkan suatu sistem informasi bertujuan untuk memasok segala kebutuhan informasi bagi mereka yang membutuhkannya. Sistem informasi yang tepat akan membantu kebijakan level manajerial dalam hal program-program dan rencana-rencana operasional serta sasaran yang akan dicapai oleh organisasi atau perusahaan.
Sistem Informasi dalam perusahaan yang dikenal dengan Sistem Informasi Manajemen (SIM) terbagi menjadi beberapa Sistem Informasi yang membentuk satu kesatuan informasi yang dibutuhkan.
Pada Sistem Informasi Manajemen yang cukup lengkap, biasanya terdiri dari beberapa sistem informasi yang lebih spesifik cakupannya seperti :
1. Sistem Informasi Inventory Control, untuk menyediakan informasi tentang persediaan barang.
2. Sistem Informasi Akuntansi, untuk menyediakan informasi tentang transaksi-transaksi keuangan yang terjadi.
3. Sistem Informasi Personalia, yang menyangkut masalah pendataan karyawan sampai ke penggajian.
4. Sistem Informasi Pemasaran, yang memberikan informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penjualan barang, penelitian pasar dan lain-lain.
dalam dua proses tersebut diperlukan satu sistem agar proses koordinasi dan pengarahan dapat berjalan secara efektif sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.
Manfaat utama dari perkembangan sistem informasi bagi sistem pengendalian manajemen adalah :
1. penghematan waktu (time saving)
2. penghematan biaya (cost saving)
3. peningkatan efektivitas (effectiveness)
4. pengembangan teknologi (technology development)
5. pengembangan personel akuntansi (accounting staff development).
Dengan besarnya peran informasi tersebut maka perlu adanya pengelolaan informasi dengan mengelola sumber yang ada sehingga kalayak umum dapat memanfaatkan informasi yang lebih mudah dipahami dan di mengerti
• Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki rasa nasionalisme?
Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.
• Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.

• Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
• Antisipasi Pengaruh Negatif Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme
Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :
1. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.
2. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.

BAB III

Kesimpulan
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.
• Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.

• Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.

Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.




Daftar pustaka
http://andie.staff.uns.ac.id/2008/11/07/hubungan-informasi-di-era-globalisasi/
http://intl.feedfury.com/content/16335668-teknologi-informasi-di-era-globalisasi.html
http://uangmudahku.wordpress.com/2009/05/20/menyikapi-perkembangan-teknologi-informasi-di-era-globalisasi-untuk-menuju-sukses-masa-depan/
http://abdulsalamserbakomunikasi.blogspot.com/2010/03/ciri-ciri-era-globalisasi-informasi.html
http://www.edu-media.org/newsdetail.php?id=115
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=7124

Minggu, 09 Mei 2010

Opini : “Kebekuan Demokrasi Indonesia”

Written by Mr. Endi

Ir Soekarno mengatakan , “Di Bawah Bendera Revolusi” (1965), Apakah demokrasi itu? Demokrasi adalah ’pemerintahan rakjat’. Tjara pemerintahan ini memberi hak kepada semua rakjat untuk ikut memerintah. Tjara pemerintahan ini sekarang menjadi tjita-tjita semua partai nasionalis Indonesia. Tetapi dalam mentjita-tjitakan faham dan tjara pemerintahan demokrasi itu, kaum Marhaen toch harus berhati-hati. Artinya: djangan meniru sahaja ’demokrasi demokrasi’ yang kini dipraktekkan di dunia luaran….” Lebih dari empat puluh tahun yang lalu “putra sang fajar” telah mengingatkan kepada kita bahwa jangan hanya meniru sistem kerja seperti demokrasi yang dipraktekan di dunia luar. Soekarno mempunyai pandangan bahwa demokrasi ala Eropa tidak sesuai dengan kaum Marhaen di Indonesia. Demokrasi ala Eropa (demokrasi parlemen) hanya demokrasi politik saja sementara demokrasi ekonomi tidak ada. Soekarno menulis demokrasi politik saja belum menyelamatkan rakyat, oleha karena harus cari alternatif demokrasi yang sesuai dengan bangsa Indonesia. Berawal dari krisis multi dimensi, Indonesia kembali mencari demokrasi, setelah demokrasi Pancasila yang disalah artikan dengan kekuasaan oleh rezim Orde Baru.

Pasca reformasi hingga saat ini Indonesia masih dibelenggu oleh berbagai permasalahan yang tidak kunjung berakhir. Seperti yang disebutkan oleh Deutser bahwa Indonesia dihadapi oleh empat masalah besar yaitu: pemulihan ekonomi, transisi demokrasi dan reformasi politik, desentralisasi, serta pendefinisian ulang atas identitas nasional. North berpendapat bahwa setiap perubahan besar (big – bang) yang radikal berpotensi menyebabkan perubahan dalam tatanan ekonomi dan politik. Apa yang terjadi di Indonesia adalah perubahan dari suatu pekerjaan ekstrem ke keadaan ekstrem yang lain yang tidak pernah menjanjikan. Akibatnya terjadi pergeseran yang radikal dari kekuasaan yang terpusat menjadi tersebar. Pada saat yang sama perubahan yang radikal itu tidak dapat mengatasi permasalahan pada masa transisi. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kita belum menemukan bangunan pemerintah yang dapat bekerja secara efektif dalam memecahkan masalah. Sejauh ini, institusional set-up dalam disain demokrasi yang diterapkan di Indonesia yang lebih berhaluan liberal, mengalami berbagai hambatan serius. Dalam kasus Indonesia, perubahan itu belum menghasilkan institusi negara atau pemerintah yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan yang begitu kompleks. Pertama mengenai representasi yang bermasalah (kasus DPD). Demokrasi tidak bisa dimajukan karena lembaga-lembaga representasi yang berkualitas belum tersedia secara memadai. Kedua partai politik sat ini cenderung oligarki. Yakni dalam tubuh partai itu, pihak yang memiliki wewenang yang besar dalam organisasi hanya orang-orang sama dan tertentu saja Pencapaian pada fase kedua tahapan reformasi justru mengejutkan. Demokrasi yang kita selenggarakan ternyata belum mampu menjawab problem bangsa ini secara signifikan, tepat, dan menyentuh akar masalah. Mengutip pendapat Arie Sujito bahwa “kita belum memanen demokrasi sesungguhnya untuk negara berkembang seperti Indonesia yakni: rakyat yang sejahtera, politik yang demokratis, kekuasaan yang bebas KKN, demokratisasi hubungan sipil militer dan penegakan hukum yang kokoh”. Hal ini disebabkan karena kecenderungan proses demokratisasi di Indonesia hanya mengadopsi lembaga dan aturan main demokrasi barat tapi penerapannya masih disesuaikan dengan kondisi setempat. Seringkali relasi kekuasaan antara aktor politik tidak didasarkan atas faktor strategis rasional tapi diselubungi oleh faktor-faktor lain, seperti primordial (etnisitas), relijiusitas, dan sebagainya. Alasan ini diperkuat oleh L.H.M Ling dan Chih-yu Shih bahwa : “Demokrasi di Asia Tenggara adalah produk yang bercampur antara nilai lokal dan nilai demokrasi liberal. Asia Tenggara meminjam institusi dan norma politik Barat tapi penerapannya berdasarkan kondisi lokal. Implikasinya, negara mengatur banyak hal, teknokratis, dan mengatur diskursus politik di masyarakat. (Ling dan Shih, 1998 : 1)

Namun yang menjadi persoalan adalah ketika demokrasi itu tidak diikuti oleh pemerataan hasil pembangunan ekonomi dan kesejahteraan maka akan menjadi bumerang, karena pertumbuhan ekonomi susah dicapai dan akhirnya peciptaan lowongan kerja yang baru sangatlah minim dimana hampir dapat dikatakan negatif. Sebab transisi demokrasi di Indonesia dihadapkan pada masalah sosial dan ekonomi yang akut. Bukankah tujuan kita memilih demokrasi sebagai sistem sebagaimana yang dikatakan oleh Aristoteles adalah untuk good life. Kalau begitu apakah demokrasi merupakan sistem yang paling terbaik di dunia? Demokrasi hanya sekedar menawarkan peluang bukan kepastian atau jaminan keberhasilan. Lalu bagaimana dengan nasib demokrasi kita pasca reformasi? Nampaknya kita mulai dijangkiti penyakit kegamangan demokrasi yang dapat berujung pada frozen Democracy. Apa itu frozen democracy? George Sorensen memperkenalkan konsep demokrasi beku yang menggambarkan kondisi masyarakat dimana sistem politik demokrasi yang sedang bersemi berubah menjadi layu karena berbagai kendala yang ada. Proses demokrasi mengalami pembusukan dikarenakan ketidak mampuan pemerintah yang berkuasa melakukan perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang mendasar sesuai dengan tuntutan reformasi, terutama yang menyangkutr kepentingan dan perbaikan nasib masyarakat miskin. John Markoff dalam bukunya Gelombang Demokrasi Dunia (2002) menyebutkan empat indikator yang mendasari beroperasinya konsep demokrasi beku yaitu: kondisi perekonomian yang tak kunjung membaik, mandeknya pembentukan masyarakat sipil, konsolidasi sosial politik yang tak pernah mencapai soliditas, dan penyelesaian sosial politik hukum masa lalu yang tak kunjung tuntas. Bukan bermaksud mengadili tapi nampaknya apa yang disebutkan John Markoff rupanya sedang terjadi di Indonesia. Pasca reformasi kondisi perekonomian makin tidak menentu, pengangguran dan orang miskin semakin banyak.

Masyarakat sipil tumbuh tetapi tidak disertai dengan ketertiban sosial dan keberadaban masyarakat. Kebebasan sipil yang dijamin konstitusi tidak punya arti bagi kelompok minoritas. Rupanya apa yang menjadi kekhawatiran bagi Fareed Zakaria (editor News week International) menjadi relevan. Demokrasi menjadi tidak liberal. Kebebasan politik mendapat tempat, tetapi kebebasan sipil (civil liberties), khususnya kebebasan beribadah kelompok minoritas, justru terancam (baca kasus ahmadiyah). Alih-alih mengharapkan terjadi konsolidasi, yang terjadi malah fragmentasi dikalangan elite. Hal ini tercermin dari model pemberantasan korupsi “tebang pilih” yang sarat dengan kepentingan dikalangan elite politik. Problem politik dan hukum dimasa lalu masih menyandera bangsa Indonesia (kasus Alm soeharto). Penyelesaian masalah hukum yang melibatkan aktor-aktor dimasa orde baru yang terlibat korupsi dan melanggar HAM mengalami kebuntuan. Aktor-aktor yang turut mencicipi lezatnya kue pembangunan sedang asik mencuci tangan. Mengacu pada empat indikator di atas boleh jadi Indonesia sedang menuju ke arah demokrasi yang beku. Demokrasi yang tidak memberi makna apa – apa bagi bangsanya. Ketika demokrasi dihadapkan pada berbagai masalah seperti kemiskinan, pengangguran dll maka pilihan terhadap demokrasi disalahkan. Lalu apa yang salah dengan demokrasi Indonesia? Apakah sistem demokrasi kita benar-benar lamban dalam merespons terhadap isu-isu yang ada atau kelambanan itu memang berasal dari para aktor-aktor atau elite yang jumlahnya tidak melebihi dari penonton sepakbola. Perilaku politik elit menjadi variabel yang signifikan dalam menjelaskan transisi ke demokrasi. Bahwa tumbuhnya demokrasi sangat dipengarubi oleh kemampuan para politisi atau elit untuk menghasilkan reformasi ekonomi dan inovasi kelembagaan dalam rangka mengatasi kendala lingkungan struktural yang ada Lucian W Pye meyakini bahwa demokratisasi akan sangat ditentukan oleh keberadaan politisi populer yang merupakan elit dalam suatu kekuatan masyarakat politik. Politisi populer ini menjadi the critical key to democracy karena merekalah yang menjalankan fungsi artikulasi dan pengelompokan kepentingan masyarakat serta memfasilitasi modernisasi dan demokratisasi sehingga dapat menghindarkan ketegangan maupun konflik di masyarakat Robert Dahl dalam buku On Democracy (1999) menyebutkan persyaratan penting bagi demokrasi, antara lain pengawasan militer/polisi oleh pejabat sipil, keyakinan demokrasi dan kebudayaan politik, serta tidak ada kontrol asing yang memusuhi demokrasi.

Mengutip pendapat Jack Snyder dalam buku Dari Pemungutan Suara ke Pertumpahan Darah (2003), bahwa “demokrasi Indonesia belumlah matang”. Survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia yang dipresentasikan pada Mei 2006 mengonfirmasi keraguan orang akan demokrasi. Survei itu menunjukkan pandangan: demokrasi sebagai sistem pemerintahan terbaik mencapai 72 persen. Padahal, di negara demokrasi yang sudah mapan dukungan terhadap demokrasi sebagai sistem terbaik rata-rata 84 persen. Pada tahun yang sama hanya 62 persen responden yang puas dengan pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Untuk menjalankan sistem politik demokrasi dibutuhkan sosok yang mampu mengarahkan ke mana demokrasi akan dibawa. Yaitu seorang yang mempunyai pemahaman mengenai demokrasi, visi yang benar mengenai demokrasi, memiliki cara komunikasi politik yang penuh empati, serta mempunyai kecerdasan akademik dan emosional untuk membawa Indonesia ke dalam sistem politik demokratis. Demokrasi bukan hanya untuk demokrasi, tetapi demokrasi untuk good life. Apa yang menjadi cita-cita seperti yang tertera pada Pembukaan UUD 1945 itu harus dicapai dengan jalan demokrasi. Karena demokrasi bukan sekedar masalah kebebasan dan prosedur melainkan substansi. Kalau begitu apakah Indonesia butuh demokrasi?

http://go-kerja.com/opini-%E2%80%9Ckebekuan-demokrasi-indonesia%E2%80%9D/

Sabtu, 10 April 2010

PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DI BIDANG PEMERINTAHAN

Nama : Yana Sofyan

NIM : 1209015

Jurusan : Teknik informatika

Kelas : Karyawan

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ditemukannya sejuhlam identitas ganda yang dimiliki sejumlah teroris dan anggota masyarakat yang sempat diperiksa kepolisian, pemalsuan paspor oleh para penjahat kerah putih, serta kasus surat “peringatan” dari Direktorat Pajak belum lama ini yang ternyata banyak salah sasaran memiliki benang merah yang sama. Hal-hal tersebut menghangatkan kembali diskursus tentang buruknya tata kependudukan di Indonesia.
Berbagai anomali administrasi itu mengindikasikan tidak adanya kesungguhan dalam merapikan data kependudukan yang sesungguhnya sangat penting. Data yang ada ternyata tidak akurat, tidak relevan, dan tidak diintegrasikan oleh instansi-instansi terkait. Akibatnya, pada level pemerintahan, nyaris tidak ada manfaatsama sekali yang bisa diperoleh dari data kependudukan tersebut. Pada saat yang sama masyarakat sudah kadung memandang sinis bahwa surat-surat kependudukan bahkan yang paling mendasar sekalipun (Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, dan Surat Izin Mengemudi) dianggap sebagai sesuatu yang kegunanaannya tidak lebih dari “sekedar jaga-jaga saat ada insfeksi”.
Problem-problem diatas, dapat teratasi lewat pembangunan tata pemerintahan, termasuk kependudukan, berbasis elektronik (electronic based government, e-government). Secara pragmatis, e-government dapat meningkatkan efisiensi sekaligus menekan praktek penyimpangan administrasi negara. Lebih mendasar lagi,dari kaca mata politik demokrasi, melalui tiga kerangka kerjanya, yang terdiri atas e-government consultation, dan e-decision-making, komitmen dan keberhasilan pemerintah suatu negara, dalam menyelenggarakan e-government dapat dijadikan indikator kesediaan pemerintah tersebut dalam berbagi informas dan pengetahuan dengan warganya.
Secara lebih mendalam departemen instansi pemerintah dalam mempersiapkan visi dan misi kebijaka teknologi informasi, lebih melihat pada faktor equity (menjadikan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi penggunaan umum). Dibandingkan dengan keempat faktoryang lainnya yaitu demokratisasi, transparansi, akuntabilitas dan globalisasi. Untuk mencapai target penerapan teknologi informasi yang efektif perlu diadakan komputerisasi pemerintahan atau e-government dan sumber daya manusia dan pendidikan. Alasannya karena penerapan teknologi informasi akan menjadi optimal apabila Am/pengetahuan para pemakai atau pengguna jasa teknologi benar-benar memahami teknologi sehingga sasaran penerapan teknologi informasi tercapai.
Untuk mencapai pada tingkat e-government maka langkah pertama yang menjadi sasaran jangka pendek adalah :
1.Perlu adanya persiapan sumber daya manusia dan teknologi informasi.
2.Pelayanan informasi publik.
3.Pengadaan teknologi informasi

BAB II


Pembahasan Masalah

E-Government dan Kesiapan Indonesia
Kendati e-Government diyakini andal, penelitian yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap 21 instansi pelayanan publik nasional di 919 negara (pada 2003) menemukan bahwa pembangunan e-government bukanlah perkara penyediaan perangkat teknologi semata. Masalahyang lebih kompleks justru berkutata pada penyiapan sumber daya manusia, yakni para pengguna (anggota masyarakat) dan penyedia sekaligus pengolah informasi (instansi pelayanan publik).
Dari sisi pengguna syarat paling mendasar bagi keberhasilan teknologi informasi, komunikasi yang signifikan dikalangan masyarakat. Lebih luas lagi information Cociety Comission (2003) menyebutkan bahwa kesiapan e-government dapat diantimasi berdasarkan posisi atau suatu negara pada Human Development Index (HDU).
Menjadikan HDI sebagai dasar untuk mengukur kesiapan Indonesia dalam ber e-government tampaknya menghasilkan gambaran yang tidak begitu menggembirakan. Meskipun menunjukkan peningkatan pada sejumlah indikator kesejahteraan manusia, posisi Indonesia pada 2004, dibandingkan dengan 2003 hanya naik satu anak tangga ke peringkat 111 dari sekitar 170 yang diteliti. Ini berarti masih dibutuhkan upaya keras jangka panjang guna memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, sebagai persyaratan langsung bagi e-participation.

E-Participation Terhadap E-Government
e-participation bermakna sebagai derajat keikutsertaan masyarakat dalam kedudukannya selaku subyek sekaligus objek e-government. Subyek dalam pengertian bahwa masyarakat merupakan pihakyang memiliki kesempatan dan inisiatif untuk mempengaruhi pemerintah dalam perumusan berbagai kebijakan publik. Dan obyek dengan makna bahwa kebijakan-kebijakan itu pada gilirannyaakan dikenakan pada seluruh masyarakat juga.
Secara simultan e-government juga mengaharuskan adanya kesediaan dan kepastian generik aparat pelayanan publik dalam mengelola informasi demi kepentingan para satkeholder. Dimilikinya situs resmi oleh hampir semua instansi pemerintah pada kenyataannya tidak disertai oleh pengelolaanyang konsisten terhadap situs-situs tersebut. E-information berkualitas rendah akibat situs yang hanya berisikan informasi usang. Beragam masukan juga tidak ditanggapi dengan baik, dan segera yang menyebabkan e-consultation tidak berjalan dengan semestinya.
Saat e-information dan e-consultation tidak terealisasi, e-decision making lebih parah lagi. Situs tidak berfungsi optimal sebagai media interaktif antara masyarakat dan para pelayannya. Akibatnya manfaat situs-situs pelayanan publik itu terhadap proses demokratisasi pun sangat rendah karena tidak mendorong masyarakat untuk aktif urun rembuk dalam peningkatan kualitas pelayananserta penyusunan dan perubahan kebijakan publik.

Dampak E-Government
Keberadaan e-government akan berimbas pada dimensi sumber daya manusia disetiap pelayanan publik. Tidak tertutup kemungkinan akan meruyaknya kekhawatiran yang disebabkan oleh rasionalisasi jumlah karyawan. Karyawan yang dinilai tidak memiliki kesediaan dan kemampuan generik untuk menjalankan e-government akan berhadapan dengan dua resiko; diberhentikan (retrenchment) atau menjadi pelatihan dalam rangka membentuk kompetensi lunak (soft compentencies) dan keterampilan kerjaserta mengintegrasikan diri kedalam struktur informasi yang baru.
Sementara kompetensi lunak berfokus pada mentalitas kerja, pelatihan keterampilan kerja dipusatkan pada bidang berteknologi informasi dan komunikasi, manajemen proyek, manajemen perubahan,serta kemampuan membangun kemitraan. Terkait dengan begitu pentingnya penyiapan para aparat pelayanan publik, Information Society Commision (2003) menegaskan, kepemimpinan memainkan peran sangat penting dalam menciptakan atmosfer positif bagi perubahan birokrasi kantor-kantor pemerintah. Dengan lompatan kuantum kearah implementasi e-government kita bisa berharap,tata pemerintahan dan kependudukan di Indonesia akan berlangsung lebih demokratis, efisien, dan bersih.

Dukungan Teknologi Informasi Untuk Pelayanan Publik.
Saat ini informasi yang dapat diakses oleh publik masih amat terbatas sifatnya, berupa informasi umum mengenai departemen/institusi dan belum berupa informasi yang berkaitan dengan sistem prosedur atau tata cara yang berhubungan dengan pelayanan publik. Salah satu yang menyebabkan keterbatasan ini adalah tidak adanya acuan atau panduan di tingkat nasional, seperti yang diharapkan oleh sebagian besar departemen/institusi tersebut dalam bentuk suatu kebijakan yang jelas untuk menyebarkan informasi atau data secara umum kepada publik.
Di sisi lain sebagian besar departemen/institusi melihat belum mapannya dukungan infrastruktur dan kurangtnya ketersediaan sumber dana dan sumber daya manusiayang memadai sebagai beberapa kendala yang harus diatasi sebelum pelayanan publik dengan dukungan teknologi informasi dapat ditingkatkan.
Dari sisi dampak positif akan penerapan teknologi informasi dalam pelayanan publik, sebagian besar departemen/institusi lebih mengharapkan adanya peningkatan kerja organisasinya sendiri dalam bentuk meningkatnya pelayanan dan efisiensi dari birokrasi, walaupun sebagian sudah melihat adanya peningkatan dalam aspek transparansi birokrasi.

a.Pengembangan dan riset teknologi informasi
Kegiatan pengembangan yang banyak dilakukan oleh departemen/institusi pemerintah adalah pengembangan perangkat lunak. Sedangkan produk “lokal” yang sering mereka gunakan adalah masih sebatas jasa pelatihan.
Sebagian besar menganggap faktor dana sebagai penghambat utama dalam pengembangan ini.
Ke depan, mereka mengharapkan dukungan strategi, prioritas dan arah kebijakan riset dan strategi pengembangan tenaga ahli di bidang teknologi informasi sebagai bagian dari kebijakan nasional di bidang teknologi informasi untuk dapat meningkatkan jumlah dan mutu hasil riset di bidang teknologi informasi.

b.Manajemen dan evaluasi teknologi informasi
Sudah cukup banyak departemen/institusi pemerintah yang sadar akan perlunya suatu evaluasi investasi teknologi informasi sebagai bahan untuki membuat rencana ke depan. Namun, belum semuanya melihat dari kebutuhan evaluasi internal.
Kendala utama yang dirasakan menghambat evaluasi pemanfaatan teknologi adalah karena hal ini belum menjadi bagian atau keharusan dari investasi teknologi informasi.
Dalam melakukan evaluasi keberhasilan investasi teknologi informasi, maka departemen/institusi pemerintah menganggap kriteris yang paling adalah efeksifitas dan kualitas dalam pelayanan kemudian diikuti oleh produktivitas dan pelayanan organisasi serta pemanfaatan dan utilisasi teknologi informasi. Sementara faktor efisiensi dalam mengurangi biaya operasi dan penyelenggaraan dan pengelola korporat (organisasi perusahaan) yang efektif dan baik masih belum dilihat sebagai kritel yang penting untuk dievaluasi.
Sementara itu, hampir semua departemen/institusi pemerintah menganggap peran dan dukungan pimpinan (manajemen puncak) dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi sebagai faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan investasi di bidang teknologi informasi.

Infrastruktur Teknologi Informasi
Kondisi perangkat keras, sebagian besar departemen/institusi pemerintah umumnya terdiri dari PC yang tampaknya telah terhubung dalam suatu jaringan lokal. Sebagian besar dari instansi ini telah memiliki hubungan ke internet melalui ISP namun demikian, interkoneksi ke internet ini masih sederhana, konfigurasinya hal ini terlihat dari kecilnya jumlah institusi yang menggunakan perangkat Network Security atau Network Management.
Dari sisi perangkat lunak, sebagian besar departemen/institusi pemerintah menggunakan aplikasi office automation seperti word processing, dll. Database management system dan aplikasi-aplikasi internet, seperti Web Publishing. Walaupun sebagian besar institusi telah menggunakan komputer untuk fungsi-fungsi yang umum ini, namun demikian masih ada institusi yang sama sekali belum memanfaatkannya.
Dari sisi pengembangan infrastruktur teknologi informasi departemen/institusi pemerintah masih banyak yang mendapatkan bantuan pihak luar dalam bentuk konsultasi pengembangan hal ini mungkin mengindikasikan masih belum memadainya kemampuan internal dalam merencanakan pengembangan infrastruktur teknologi informasi. Lebih lanjut, sebagian besar institusi menyatakan pola pengembangan infrastrukturnya dilakukan secara terencana. Walaupun demikian, cukup banyak pula yang menyatakan pola pengembangannya disesuaikan dengan kondisi keuangan departemen. Dalam hal pengelolaan infrastruktur tersebut, mereka cukup banyak yang bekerja sama dengan organisasi pusatnya tampaknya pola “sentralisasi” masih cukup kuat disini. Suatu bentuk penggunaan informasi secara bersama-sama telah mulai dilakukan, hal ini tampak dari jawaban cukup banyak departemen/institusi. Namun demikian, kerja sama ini sebagian besar menghadapi kendalam dalam bentuk integrasi data dan integrasi aplikasi. Salah satu penyebabnya kemungkinan adalah belum diterapkannya standarisasi.

Dari sisi kebutuhan infrastruktur teknologi informasi untuk jangka pendek, sebagian besar departemen/institusi merasakan kebutuhan akan aplikasi dan basis data sebagai kebutuhan utama diikuti oleh perangkat telekomunikasi dan akses jaringan komputer global/nasional serta integrasi dengan organisasi lain yang terkait. Sedangkan dari sisi proses/prosedurnya, yang perlu mendapatkan perhatian adalah panduan manajemen dan operasi.


Hukum dan isu nasional
Sebagian besar departemen/institusi pemerintah menyadari perlunya suatu kebijakan kerangka hukum secara nasional dan menyeluruh dengan pengaturan HAKI dan akses publik sebagai isu-isu menonjol yang dianggap masih kurang penanganannya.
Dari sisi cakupannya, kerangka hukum nasional dalam bidang teknologi informasi diharapkan mencakup keseluruhan aspek secara mendasar dan bukan secara persial seperti penyesuaian atau penambahan dari hukum yang telah ada.
Dari sisi regulasi, sebagian besar menganggap regulasi untuk melindungi hak cipta mengatasi sengketa dalam transaksi elektronis mendukung transaksi elektronis dan memberikan hak yang sama terhadap informasi sebagai bidang-bidang yang mendesak dan belum mendapat perhatian.
Dari sisi penerapan hukum dalam bidang teknologi informasi, pemerintah diharapkan untuk secepatnya melengkapi produk perangkat hukum baru yang mengatur teknologi informasi selain itu pemerintah juga diharapkan meningkatkan kualitas aparat hukum dan memiliki acuan kerangka hukum teknologi informasi nasional. Dalam konteks daerah, pemerintah daerah diharapkan dapat membuat kebijakan sendiri secara penuh tetapi tetap mengacu ke pusat walaupun ada yang mengharapkan pembagian kebijakan yang jelas antara pusat dan daerah. Untuk menyelaraskan kebijakan teknologi informasi di pusat dan daerah ini maka kebijakan nasional harus:
Mencakup pemberdayaan masyarakat di daerah dalam bisang teknologi informasi.
Mencakup pelatihan SDM bidang TI di daerah
Mendorong tanggung jawab dan kerja sama departemen/institusi di pusat dan daerah dalam pengembangan SDM.
Kebijakan untuk meningkatkan pendidikan teknologi informasi di daerah.

Peran TI Dalam Good Government
Berkaitan dengan peran teknologi informasi dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good government) sebagian besar departemen/ institusi tampaknya akan memerlukan waktu untuk mempersiapkan diri. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pemanfaatan teknologi informasi di sebagian besar departemen/institusi seperti pada kasus-kasus berikut :
Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, teknologi informasi masih dianggap sebagai alat “pengotomasi proses” yang diharapkan dapat mengurangi proses yang dilakukan secara manual dibanding sebagai alat yang dapat mengurangi birokrasi.
Dalam konteks partisipasi semua pihak untuk penyusunan kebijakan, teknologi informasi masih dianggap sebagai alat yang mempermudah pengumpulan informasi dibanding sebagai alat yang dapat membuka komunikasi dengan pihak luar seperti publik atau instansi lain.
Dalam konteks keterbukaan (transparansi) internal, teknologi informasi masih dianggap sebagai sarana penyedia akses dibanding sebagai sareana penyediaan informasi yang lebih spesifik seperti latar belakang suatu kebijakan misalnya.
Dalam konteks pelaksanaan suatu kebijakan, teknologi informasi masih dilihat sebagai sarana untuk mempercepat pelaporan dibanding sebagai sarana untuk membantu proses monitoring.
Dalam konteks peningkatan kualitas suatu kebi akan teknologi informasi masih dilihat sebagai sarana untuk memperluas sumber informasi dan data dibanding sarana yang dapat menciptakan keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan.
Dari sisi evaluasi pemanfaatan teknologi informasi kondisinya dapat dikatakan memprihatinkan dengan masih adanya beberapa departemen/institusi yang tidak pernah melakukan audit penerapan teknologi informasi kalau pun ada sebagian besar pelaksanaannya masih bersifat ad-hoc. Jika ditelaah lebih lanjut, jenis audit penerapan teknologi informasi yang sering dilakukan lebih merupakan audit non-finansial dibanding audit finansial. Hal ini menunjukkan aspek efektifitas penerapan teknologi informasi lebih mendapatkan perhatian dibandingkan aspek efisiensinya. Selain itu, tanggapan departemen/institusi atas keterkaitan audit manajemen dengan audit teknologi informasi amat rendah, baik yang menyatakan terkait maupun yang menyatakan tidak terkait. Hal ini perlu diakui lebih lanjut karena tanggapan ini tidak mendukung kesimpulan sebelumnya, yaitu sebagian besar departemen/institusi menyatakan adanya keselarasan visi dan misi institusi dengan penerapan teknologi informasinya.
Seperti halnya pada pemahaman akan tingkat pemanfaatan teknologi informasi, “concern” sebagian besar departemen/institusi pemerintah dengan adanya kebijakan nasional lebih tertumpu pada adanya aturan tata cara akses informasi oleh pihak luar/publik dibanding pada adanya panduan bagaimana departemen/institusi harus menempatkan teknologi informasi untuk review, monitor dan evaluasi.

a.Sumber daya manusia dalam bidang teknologi informasi
Ketersediaan SDM dalam bidang teknologi informasi tampaknya menjadi kendala utama yang dihadapi oleh sebagian besar departemen/institusi pemerintah. Hal ini besar kemungkinannya berkaitan dengan pola pengembangan SDM di bidang teknologi informasi yang kurang menarik minat orang-orang yang berkualitas seperti: a) masalah dengan gaji dan fasilitas yang kurang memadai, b) program pengembangan SDM lebih berupa pelatihan internal atau seminat/workshop dibanding memberikan bea siswa misalnya, e) cakupan pekerjaan yang sebagian besar berada pada level “operator” dalam bentuk pemeliharaan data dan aplikasi atau pelatihan pada pemakai walaupun ada juga yang sampai pada level “analis” seperti perancangan aplikasi, d) tidak adanya perlakuan khusus baik dalam bentuk insentif maupun jenjang karier.
Sebagian besar departemen/institusi mengharapkan adanya kebijakan yang mengatur struktur dan jenjang karir SDM di bidang teknologi informasi dan juga kebijakan untuk pendidikan teknologi informasi berupa sertifikasi dan areditasi dalam kebijakan nasional dalam teknologi informas

BAB III

PENUTUP

Analisis dan Kesimpulan
Kegiatan pengembangan yang banyak dilakukan oleh departemen/institusi pemerintah adalah pengembangan perangkat lunak. Sedangkan produk lokal yang sering mereka gunakan adalah masih sebatas jasa pelatihan. Sebagian besar faktor dana sebagai penghambat utama dalam pengembangan teknologi informasi. Mereka mengharapkan dukungan strategi, prioritas dan arah kebijakan riset dan strategi pengembangan tenaga ahli dididang teknologi informasi sebagai bagian dari kebijakan nasional dibidang teknologi informasi untuk dapat meningkatkan jumlah dan mutu hasil riset di bidang mutu teknologi informasi.
Dalam melakukan evaluasi keberhasilan investasi teknologi informasi, maka departemen/institusi pemerintah menganggap kriteria yang paling penting adalah efektifitas dan kualitas dalam pelayanan, kemudian diikuti oleh produktifitas dan pelayanan organisasi serta pemanfaatan dan utilisasi teknologi informasi. Sementara faktor efisiensi dalam mengurangi biaya operasi dan penyelenggaraan korporat (organisasi perusahaan yang efektif dan baik masih belum dilihat sebagai kriteria yang paling penting untuk dievaluasi.
Departemen/institusi pemerintah perlu mendirikan suatu lembaga di tingkat nasional yang menangani teknologi informasi secara khusus. Yang berbentuk komisi independen sebatas koordinasi antar departemen dalam bentuk konsorsium.

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/peran-teknologi-informasi-di-bidang-pemerintahan

Jumat, 09 April 2010

PENDAPAT AKHIR RUU KEWARGANEGARAAN FRAKSI PDI PERJUANGAN DPR-RI PADA PARIPURNA 11 JULI 2006


Published by Korwil on 18/Nov/2007 (484 reads)
Kutipan:
"Kewarganegaraan merupakan bagian dari suatu negara yang harus mendapatkan perhatian. Perubahan terhadap UU Kewarganegaraan Republik Indonesia yang telah ada merupakan bagian dari upaya untuk memperhatikan hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu UU Kewarganeraan Republik Indonesia yang diberlakukan kelak, sudah seharusnya memperhatikan perkembangan hak-hak asasi manusia. Salah satu bagian yang esensial dalam penerapan hak-hak asasi manusia adalah bahwa status kewarganegaraan merupakan hak dari setiap warganegara. Dengan demikian pengaturan yang bersifat menghambat seseorang untuk mendapatkan status kewarganegaraan haruslah dihindari".

PENDAPAT AKHIR
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
PADA PEMBAHASAN TINGKAT KEDUA
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh : Murdaya Poo
Anggota Nomor : A–364


ASSALAMUALAIKUM WR.WB
SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEMUA
OM SWASTIASTU.

MERDEKA!

Yang Terhormat Pimpinan Dan Anggota Dewan,
Saudara Menteri Hukum dan HAM beserta jajarannya,
Hadiran yang kami muliakan.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang senantiasa memberikan berkah, rahmat dan karunia-Nya, kepada kita bersama segenap masyarakat Bangsa Indonesia, terlebih lagi bagi kita semua, sehingga pada hari ini dapat bertemu dan melaksanakan tugas dengan agenda penyampaian Pendapat Akhir Fraksi atas RUU tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI menyadari bahwa salah satu tugas Badan Legislatif adalah di bidang legislasi, yaitu: merancang, membahas serta mengesahkan UU, yang akan menjadi landasan hukum bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Oleh karena itulah merupakan tugas kita bersama untuk dapat menghasilkan UU yang berguna bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.

Saudara Pimpinan, Anggota Dewan serta
Menteri Hukum dan HAM, Yang Kami Hormati;

Kewarganegaraan merupakan bagian dari suatu negara yang harus mendapatkan perhatian. Perubahan terhadap UU Kewarganegaraan Republik Indonesia yang telah ada merupakan bagian dari upaya untuk memperhatikan hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu UU Kewarganeraan Republik Indonesia yang diberlakukan kelak, sudah seharusnya memperhatikan perkembangan hak-hak asasi manusia. Salah satu bagian yang esensial dalam penerapan hak-hak asasi manusia adalah bahwa status kewarganegaraan merupakan hak dari setiap warganegara. Dengan demikian pengaturan yang bersifat menghambat seseorang untuk mendapatkan status kewarganegaraan haruslah dihindari.

Berdasarkan uraian tersebut, Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI menyampaikan beberapa hal :
Pertama, perubahan UU Kewarganegaraan Republik Indonesia bukanlah sekedar merubah pasal-pasal ataupun ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UU Kewarganegaraan yang lama, yaitu UU No. 62 tahun 1958, tetapi yang terpenting adalah telah terjadi perubahan yang mendasar, karena merubah landasan dari UUDS kepada UUD 1945 dengan amandemennya. Perubahan mendasar nampak dalam “roh” RUU, yang menghargai hak-hak asasi manusia, menghapus semua perlakuan yang bersifat diskriminasi termasuk mengadopsi kesetaraan gender.

Kedua, Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI sebagai partai yang menghormati dan menjunjung tinggi kebhinekaan, maka dalam UU Kewarganegaraan yang baru tidak diperlukan lagi segala macam pembuktian kewarganegaraan seseorang (SKBRI) seperti masa UU Kewarganegaraan lama. Karena setiap orang menjadi Warga Negara Republik Indonesia sejak kelahirannya.

Ketiga, UU Kewarganegaraan hendaknya tidak bersifat diskriminatif serta memperhatikan hak-hak setiap warganegara. Oleh karena itu, bagi Fraksi PDI Perjuangan, ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 huruf I dan Pasal 26 ayat (1) tidak perlu ada. Pasal 23 huruf i, yang menentukan seseorang dapat kehilangan kewarganegaraan karena berada di luar negara lain dalam jangka waktu lima tahun berturut-turut. Ketentuan ini jelas akan menyulitkan WNI yang bekerja di luar negeri, mengingat banyak WNI yang bekerja sebagai Buruh Migran di negara lain (yang mayoritas perempuan dan bekerja di sektor informal/domestik) akan menjadi kehilangan kewarganegaraan hanya karena alasan yang bersifat administratif. Demikian pula dengan Pasal 26 ayat (1) RUU ini seharusnya tidak mencabut kewarganegaraan seseorang, dengan alasan apapun, kecuali hal tersebut secara tegas dinyatakan oleh orang yang bersangkutan. Dalam hal ini perlu diperhatikan Pasal 47 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang menyatakan “Seorang wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi mempunyai hak untuk mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya”.

Oleh karena itu Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI menyayangkan dicantumkannya kedua hal tersebut. Sebab pada hakekatnya jiwa yang terkandung dan mendorong perubahan atas UU No. 62 tahun 1958 ialah dihilangkannya perlakuan diskriminatif terhadap sebagaian warga negara dan memberikan kejelasan serta perlindungan hukum bagi warga negara termasuk mereka yang sementara mengais rezeki di negeri orang atau memihak dengan orang asing atau karena sebab-sebab lain.

Keempat, perubahan paradigma dalam UU Kewarganegaraan Republik Indonesia harus dapat diwujudkan dalam implementasi UU tersebut. Peraturan pelaksana yang diamanatkan oleh UU ini harus mampu menjabarkan roh yang terkandung dalam UU Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Selanjutnya peraturan pelaksanaan yang diamanatkan oleh UU ini dapat segera diterbitkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan kewarganegaraan seperti penduduk Indonesia yang selama ini dianggap tidak atau belum menjadi Warga Negara Indonesia.

Kelima, dengan disahkannya UU Kewarganegaraan Republik Indonesia yang baru, maka hal-hal yang bersifat administratif prosedural hendaknya lebih sederhana dan lebih sempurna bila dibandingkan dengan pelaksanaan UU sebelumnya.
Setelah mengemukakan butir-butir tersebut Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI dengan ini menyatakan MENYETUJUI RUU tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia disahkan menjadi Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Demikian Pendapat Akhir Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI atas RUU tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pada kesempatan ini Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Pimpinan, Anggota Pansus serta Menteri Hukum Dan HAM beserta jajarannya, yang selama ini bersama-sama membahas RUU ini dengan semangat kebangsaan. Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI juga mengucapkan terima kasih terhadap berbagai elemen masyarakat, khususnya kawan LSM pemerhati masalah kewarganegaraan yang tidak mengenal lelah mengawal pembahasan RUU ini, dengan harapan RUU ini kelak dapat menjadi UU yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Begitupun kepada semua pihak tanpa kecuali baik langsung maupun tidak langsung telah ikut mendorong berkontribusi terlaksana dengan selesainya pembahasan RUU ini.
Pada akhirnya Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI tetap berharap agar pelaksanaan UU ini dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.

WASSALAMUALAIKUM WR.WB
OM SANTI SANTI SANTI OM

MERDEKA!
Jakarta, 11 Juli 2006

PIMPINAN FRAKSI
PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
http://www.korwilpdip.org/modules/smartsection/item.php?itemid=45


supercar,cars used,cheap rental car,rental car discounts,car audio supercar,cars used,cheap rental car,rental car discounts,car audio supercar,cars used,cheap rental car,rental car discounts,car audio supercar,cars used,cheap rental car,rental car discounts,car audio